Hukum Tentang Puasa Dahr

Apa itu Puasa Dahr ?

Puasa dahr biasanya disebut dengan puasa sepanjang tahun atau sepanjang masa. Dalam tradisi pesantren puasa seperti ini dikenal dengan sebutan “puasa dalail”, namun ada sedikit perbedaan antara puasa dalail dengan puasa dahr ini. Biasanya puasa dalalil ini hanya dilakukan selama 1 sampai 3 tahun saja, sedangkan puasa dahr dilakukan sepanjang masa, tanpa batas waktu.

Secara umum pandangan masyarakat awam, kaum muslim awam hanya mengenal beberapa macam puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa dawud, asyura’, tasu’a, tarwiyah dan lainnya. Tetapi jarang yang tahu bahwa ternyata ada juga anjuran puasa setiap hari. Puasa tiap hari berturut-turut dikenal dengan istilah shaum dahr atau shaumul abad.

Puasa setiap hari ini boleh dilakukan asalkan tidak pada hari-hari yang dilarang puasa seperti saat Idul Fitri, Idul Adha, dan tiga Hari Tasyriq. Puasa setiap hari secara berturut-turut ini sangat dianjurkan oleh para ulama, kecuali pada hari terlarang menurut Syara’. Adapun hari yg diharamkan puasa seperti 2 hari raya dan 3 hari Tasyriq. Jadi dalam setahun ada 5 hari yang diharamkan puasa.

Para ulama berbeda pendapat tentang nilai keutamaan puasa dahr ini, apakah lebih utama puasa tiap hari berturut-turut atau puasa dawud dimana satu hari berpuasa satu kemudian tidak berpuasa.

Anjuran berpuasa dahr disertai syarat, yaitu selama kuat puasa setiap hari dan tidak menyebabkan terbengkalainya kewajiban serta tidak pula mendatangkan bahaya pada diri pelakunya.

Dasar anjurannya adalah sebuah hadis riwayat Imam Al-Baihaqi,

عن أبي مالك الأشعري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” إن في الجنة غرفة يرى ظاهرها من باطنها، وباطنها من ظاهرها، أعدها الله لمن ألان الكلام وأطعم الطعام وتابع الصيام وصلى بالليل والناس نيام

Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, yang berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh, di surga terdapat ruangan yang bagian luarnya bisa dilihat dari dalam, dan bagian dalam bisa dilihat dari luar. Allah menyiapkannya untuk orang yang mau melembutkan pembicaraan, berbagi makanan, berturut-turut puasa, dan shalat di malam hari sedang manusia masih tertidur. (HR. Al-Baihaqi).

Para ulama menjelaskan bahwa sanad hadis ini adalah hasan.

Para sahabat mengamalkan puasa dahr di antaranya adalah Sayyidah Aisyah, Umar bin Al-Khatthab, Abdullah bin Umar, Abu Thalhah Al-Anshari, Abu Umamah dan istrinya, dan lainnya. Dari golongan tabiin yang diriwayatkan tekun melakukan puasa ini adalah Sa’id bin Musayyib, Abu Amr bin Hammas, Sa’id bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf Al-Tabi’I, dan Aswad bin Yazid.

Imam Al-Baihaqi meriwayatkan,

عن عروة أن عائشة رضي الله عنها: كانت تصوم الدهر في السفر والحضر. رواه البيهقي

Dari Urwah bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha berpuasa tahunan, baik ketika bepergian maupun ketika di rumah. (HR. Al-Baihaqi)

Imam An-Nawawi mengatakan, hadis ini isnadnya shahih. Imam Al-Bukhari meriwayatkan,

وعن أنس قال: كان أبو طلحة لا يصوم على عهد النبي صلى الله عليه وسلم من أجل الغزو، فلما قبض النبي صلى الله عليه وسلم لم أره مفطرًا إلا يوم الفطر أو الأضحى. رواه البخاري.

Dari Anas yang berkata, “Abu Thalhah tidak pernah berpuasa Sunnah pada masa hidupnya Nabi SAW. karena mengikuti peperangan. Ketika Rasulullah SAW wafat, saya belum pernah melihatnya berbuka kecuali hari Idul Fitri atau Idul Adha (HR. Al-Bukhari).

Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah,

أن حمزة الأسلمي رضي الله عنه، سأل النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، إني رجل أسرد الصوم، أفأصوم في السفر؟ فقال:” صم إن شئت وأفطر إن شئت. “

Bahwa Hamzah Al-Aslami radhiyallu ‘anhu bertanya kepada Nabi SAW. dia berkata, “Rasulullah, saya adalah lelaki yang kuat berpuasa setiap hari. Apakah saya boleh berpuasa sunnah ketika dalam perjalanan?” Rasulullah SAW berkata, “Berpuasalah kalau mau, dan berbukalah kalau mau.” (HR. Muslim).

Demikianlah penjelasan singkat tentang ritual puasa dahr. Semoga kita menjadi salah satu orang yang diberi anugerah dapat mengamalkan anjuran ini. Saran penulis sebelum menjalankan puasa dahr ini, hendaklah niat di hati di tata hanya untuk mengharapkan Ridha Allah semata, jangan ada niat lainnya, apalagi niat tercela seperti mencari kesaktian atau segala unsur keduniawian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *