Sejarah Qodiriyah Naqsyabandiyah di Indonesia

Tarekat Qoodiriyah Naqsabandiyah adalah perpaduan dari dua tarekat besar, yaitu Thariqah Qadiriyah
dan Thariqah Naqsabandiyah. Pendiri tarekat ini adalah seorang
Syekh Sufi besar berasal dari Sambas, Kalimantan Barat, yang saat itu menjadi Imam Masjid Al-Haram di Makkah
al-Mukarramah, Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi
(w.1878 M.). Beliau adalah ulama sufi nusantara yang tinggal sampai
akhir hayatnya di Makkah.

Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah
Qadiriyah.

Sebagai Al-Mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi
tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi Thariqoh Qadiriyah
memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat
mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah
Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat
dimungkinkan beliau mendapat bai’at dari tarekat tersebut. Kemudian Syekh Khatib menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut, terkemas dalam tarekat baru yaitu Thariqoh
Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada
murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia.

Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut adalah karena
pertimbangan logis dan strategis. Kedua thorekat tersebut memiliki inti
ajaran yang saling melengkapi, terutama jenis dan metode dzikirnya. Di
samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama
menekankan pentingnya syari’at dan menentang faham Wihdatul Wujud,
Thariqah Qadiriyah mengajarkan Dzikir Jahar Nafi Itsbat, sedangkan
Thariqah Naqsabandiyah mengajarkan Dzikir Sirri Ism Dzat. Dengan
penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai
derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau
lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-‘Arifin,
dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua
thorekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi ajaran
inti dari lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah,
Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan
adalah ajaran Torekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat
tersebut diberi nama Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Disinyalir
tharekat ini belum berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia
Tenggara), meskipun secara personal para penganutnya sudah tersebar di
hampir seluruh penjuru dunia.

Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap tawadlu’ dan ta’dhim
Syaikh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut.
Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau
melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu,
sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau
Sambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil ijtihadnya.

Sebagai suatu mazhab dalam tasawuf, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah
memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal
kesufian. Beberapa ajaran inti dalam tarekat ini diyakini paling efektif
dan efisien untuk menghantarkan pengamalnya kepada tujuan tertinggi
yakni Allah swt. Ajaran sufistik dalam tarekat ini selalu berdasarkan
pada Al-Qur’an, Al-Hadits, dan perkataan para ‘ulama arifin dari
kalangan Salafus shalihin.

Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu: tentang kesempurnaan suluk, adab (etika),dzikir, dan murakabah.

SILSILAH Tarekat Qoodiriyah Naqsyabandiyah 

1. Robbul Arbaabi wa mu’tiqur-qoobi Allah S.w.t.

2. Sayyidunaa Jibril a.s.

3. Sayyidunaa Nabi Muhammad S.a.w.

4. Sayyidunaa ‘Alliyyu karrama ‘llohu wajhah. (Sayyidunaa Ali Bin Abi Thalib kw)

5. Sayyidunaa Hussain r.a.

6. Sayyidunaa Zainul ‘Aabidinn r.a.

7. Sayyidunaa Muhammadul Baaqir r.a.

8. Sayyidunaa Ja’farus Shoodiq r.a

9. Sayyidunaa Imam Muusa Alkaadhim r.a

10. Syeikh Abul Hasan ‘Alii bin Muusa r.a

11. Syeikh Ma’ruuful Kurkhi r.a.

12. Syeikh Sirris Saqothii r.a.

13. Syeikh Abul Qoosim Al-Junaedil Baghdaadii r.a.

14. Syeikh Abuu Bakrin Dilfis Syibli r.a.

15. Syeikh Abul Fadli Ao’abdul Waahid at Tamiimii r.a.

16. Syeikh Abdul Faroj at Thurthuusi r.a.

17. Syeikh Abul Hasan ‘Alii bin Yuusuf al Qirsyi al Hakaarii r.a.

18. Syeikh Abuu Sa’iid al Mubarok bin ‘Alii al Makhzuumii r.a

19. Syeikh ‘Abdul Qodir Al Jaelanii q.s.

20. Syeikh ‘Abdul ‘Aziiz r.a.

21. Syeikh Muhammad Al Hattak r.a.

22. Syeikh Syamsuddin r.a

23. Syeikh Syarofuddiin r.a.

24. Syeikh Nuuruddiin r.a

25. Syeikh Waliyuddiin r.a.

26. Syeikh Hisyaamuddiin r.a.

27. Syeikh Yahya r.a.

28. Syeikh Abuu Bakrin r.a.

29. Syeikh ‘Abdur rohiim r.a.

30. Syeikh ‘Utsman r.a.

31. Syeikh ‘Abdul Fattah r.a.

32. Syeikh Muhammad Murood r.a.

33. Syeikh Syamsuddiin r.a.

34. Syeikh Ahmad Khootib Syambaasi Ibnu ‘Abdul Ghoffaar r.a.

35. Dilanjutkan oleh 3 Khalifah di Pulau Jawa, yakni :
Syeikh Thalhah Kali Sapu Cirebon, Syekh Abdul Karim Banten dan Syekh Ahmad Hasbullah Madura

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *