Hakikat Tasawuf dan Sufi

Kota Tasawuf Bashrah,Irak.

sebuah kota di negeri Irak, merupakan tempat kelahiran pertama bagi
Tasawuf dan Sufi. Yang mana (di masa tabi’in) sebagian dari ahli ibadah
Bashrah mulai berlebihan dalam beribadah, zuhud dan wara’ terhadap
dunia (dengan cara yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah ),
hingga akhirnya mereka memilih untuk mengenakan pakaian yang terbuat
dari bulu domba (Shuuf/صُوْف). Meski kelompok ini tidak mewajibkan
tarekatnya dengan pakaian semacam itu, namun atas dasar inilah mereka
disebut dengan “Sufi”, sebagai nisbat kepada Shuuf (صُوْف). Oleh karena
itu, lafazh Sufi ini bukanlah nisbat kepada Ahlush Shuffah yang ada di
zaman Rasulullah , karena nisbat kepadanya dinamakan Shuffi (صُفِّيٌ),
bukan pula nisbat kepada shaf terdepan di hadapan Allah , karena nisbat
kepadanya dinamakan Shaffi (صَفِّيٌ), bukan pula nisbat kepada makhluk
pilihan Allah
(الصَّفْوَةُ مِنْ خَلْقِ اللهِ) karena nisbat kepadanya adalah Shafawi
(صَفَوِيٌّ) dan bukan pula nisbat kepada Shufah bin Bisyr (salah satu
suku Arab), walaupun secara lafazh bisa dibenarkan, namun secara makna
sangatlah lemah, karena antara suku tersebut dengan kelompok Sufi tidak
berkaitan sama sekali.
Para ulama Bashrah yang mendapati masa kemunculan mereka, tidaklah
tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Asy Syaikh – Al
Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin
rahimahullah bahwasanya telah sampai kepadanya berita tentang
orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba,
maka beliau pun berkata: “Sesungguhnya ada orang-orang yang
mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba dengan alasan untuk
meneladani Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita
lebih kita cintai (dari/dibanding petunjuk Al Masih), beliau biasa
mengenakan pakaian yang terbuat dari bahan katun dan yang selainnya.”
(Diringkas dari Majmu’ Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz
11,hal.6,16 ).
Siapakah Peletak Tasawuf ?
Ibnu ‘Ajibah seorang Sufi Fathimi, mengklaim bahwasanya peletak Tasawuf
adalah Rasulullah sendiri. Yang mana beliau –menurut Ibnu ‘Ajibah –
mendapatkannya dari Allah melalui wahyu dan ilham. Kemudian Ibnu
‘Ajibah berbicara panjang lebar tentang permasalahan tersebut dengan
disertai bumbu-bumbu keanehan dan kedustaan. Ia berkata: “Jibril
pertama kali turun kepada Rasulullah dengan membawa ilmu syariat, dan
ketika ilmu itu telah mantap, maka turunlah ia untuk kedua kalinya
dengan membawa ilmu hakikat. Beliau pun mengajarkan ilmu hakikat ini
pada orang-orang khususnya saja. Dan yang pertama kali menyampaikan
Tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib , kemudian Al Hasan Al Bashri
rahimahullah menimba darinya.” (Iqazhul Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5
dinukil dari At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah, hal. 8).
Asy Syaikh Muhammad Aman Al Jami rahimahullah berkata: “Perkataan Ibnu
‘Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap Rasulullah ,
ia menuduh dengan kedustaan bahwa beliau menyembunyikan kebenaran. Dan
tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan tuduhan tersebut, kecuali
seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan
manusia dari Islam jika ia mampu, karena Allah telah perintahkan
Rasul-Nya untuk menyampaikan kebenaran tersebut dalam firman-Nya
(artinya): “Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu
oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka (pada hakikatnya)
engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (Al Maidah : 67)
Beliau juga berkata: “Adapun pengkhususan Ahlul Bait dengan sesuatu
dari ilmu dan agama, maka ini merupakan pemikiran yang diwarisi oleh
orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin mereka (Syi’ah). Dan
benar-benar Ali bin Abi Thalib sendiri yang membantahnya, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rahimahullah dari hadits Abu
Thufail Amir bin Watsilah ia berkata: “Suatu saat aku pernah berada di
sisi Ali bin Abi Thalib , maka datanglah seorang laki-laki seraya
berkata: “Apa yang pernah dirahasiakan oleh Nabi kepadamu?” Maka Ali
pun marah lalu mengatakan: “Nabi belum pernah merahasiakan sesuatu
kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia ! Hanya saja beliau
pernah memberitahukan kepadaku tentang empat perkara. Abu Thufail
berkata: “Apa empat perkara itu wahai Amirul Mukminin ?” Beliau
menjawab: “Rasulullah bersabda: “(Artinya) Allah melaknat seorang yang
melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat seorang yang menyembelih
untuk selain Allah, Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku
kejahatan, dan Allah melaknat seorang yang mengubah tanda batas tanah.”
(At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).
Hakikat Tasawuf
Bila kita telah mengetahui bahwasanya Tasawuf ini bukanlah ajaran
Rasulullah dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib , maka
dari manakah ajaran Tasawuf ini ?
Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita
telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga
perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang
terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat
berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah
melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat
manusia Muhammad , dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia,
serta makhluk-makhluk pilihan Allah di alam semesta ini. Bahkan
sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi
dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha.
(At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28).
Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata: “Sesungguhnya
Tasawuf merupakan tipu daya syaithan yang paling tercela lagi hina,
untuk menggiring hamba-hamba Allah di dalam memerangi Allah dan
Rasul-Nya . Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar
tampak sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap
musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah
ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma
(Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah, Dishaniyyah, Aplatoniyyah,
Ghanushiyyah, Yahudi, Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah.”
(Muqaddimah kitab Mashra’ut Tashawwuf, hal. 19).2
Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
1. Al Hallaj seorang dedengkot sufi, berkata : “Kemudian Dia (Allah)
menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan
minum.” (Dinukil dari Firaq Mua’shirah, karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji,
juz 2 hal.600).
Padahal Allah telah berfirman :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy Syuura : 11)
“Berkatalah Musa : “Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku
agar aku dapat melihat-Mu.” Allah berfirman : “Kamu sekali-kali tidak
akan sanggup melihat-Ku (yakni di dunia-pen)………” (Al A’raaf : 143).
2. Ibnu ‘Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata : “Sesungguhnya seseorang
ketika menyetubuhi istrinya tidak lain (ketika itu) ia menyetubuhi
Allah !” (Fushushul Hikam).? Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah
orang-orang Sufi sadar akan kesesatan gembongnya ini ?!
3. Ibnu ‘Arabi juga berkata : “Maka Allah memujiku dan aku pun
memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.” (Al Futuhat
Al Makkiyyah).4
Padahal Allah telah berfirman : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56).
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (Maryam :
93).
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata : “Aku
seorang muslim, tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi, dan
Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat
berhala-berhala.” 5
Padahal Allah berfirman : “Dan barangsiapa mencari agama selain agama
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari
padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali
Imran : 85)
5. Pembagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana bila
seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah mencapai
martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah , oleh karena itu gugurlah
baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Tidak diragukan
lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk
sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari
perkataan Yahudi dan Nashrani, karena Yahudi dan Nashrani beriman
dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya,
sedangkan mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya (karena
mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak
lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).”
(Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah لا إله إلا الله , sedangkan
dzikirnya orang-orang khusus dan paling khusus “الله / Allah”, “هو /
Huu”, dan “آه / Aah” saja.
Padahal Rasulullah bersabda :
أَفْضَلُ الذِّكْرَ لاَ إِلهِ إِلاَّ الله
“Sebaik-baik dzikir adalah لا إله إلا الله .” (H.R. Tirmidzi, dari
shahabat Jabir bin Abdullah , dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani
dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).?
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : “Dan barangsiapa yang beranggapan
bahwa لا إله إلا الله dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya
orang-orang khusus dan paling khusus adalah “هو / Huu”, maka ia seorang
yang sesat dan menyesatkan.” (Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118,
dinukil dari Haqiqatut Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf (dapat
menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib. Allah dustakan
mereka dalam firman-Nya : “Katakanlah tidak ada seorang pun di langit
dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (An Naml
: 65)
8. Keyakinan bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammad dari nuur /
cahaya-Nya, dan Allah ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad
. Padahal Allah berfirman : “Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya
aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku
…” (Al Kahfi : 110).
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat :
“Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.” (Shaad : 71)
Wallahu A’lam Bish Shawab
Hadits-hadits palsu atau lemah yang tersebar di kalangan umat
Hadits Abu Umamah
عَلَيْكُمْ بِلِبَاسِ الصُّوفِ، تَجِدُوْا حَلاَوَةَ الإيْمَانِ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
“Pakailah pakaian yang terbuat dari bulu domba, niscaya akan kalian
rasakan manisnya keimanan di hati kalian”(HR Al Baihaqi dlm Syu’abul
Iman).
Keterangan : Hadits ini palsu karena di dalam sanadnya terdapat seorang
perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al Kadimy. Dia seorang pemalsu
hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : “Dia telah memalsukan kira-kira
lebih dari dua ribu hadits”. (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah Wal
Maudhu’ah, no:90)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *